Skip to main content

Perokok Anarkis

[anarki/anar·ki/ n 1 hal tidak adanya pemerintahan, undang-undang, peraturan, atau ketertiban; 2 kekacauan (dalam suatu negara)]

[anarkis/anar·kis/ n 1 penganjur (penganut) paham anarkisme; 2 orang yang melakukan tindakan anarki]


Teman-teman, malam minggu kemarin tanggal 20 Februari saya baru saja mendapatkan pengalaman tidak mengenakkan di Food Court Mall P***en V****ge.

Saat saya sedang duduk bersama teman-teman saya dan berkutat dengan laptop masing-masing, kami mencium bau familiar yang tidak enak dan beracun.

Ya, bau itu adalah bau rokok.

Pada awalnya saya heran, kok bisa ada orang merokok di dalam Food Court Mall P****en V****ge yang ber-AC?

Ternyata tidak jauh dari saya, terdapat seorang perokok anarkis. Perokok yang tidak mengenal undang-undang, peraturan, atau ketertiban yang ditetapkan oleh pemerintah mengenai rokok dan perokok. Perokok yang rasa apatisnya melebihi rasa malunya pada lingkungan sekitarnya.

Saya pun menghampiri petugas Food Court yang berbaju oranye untuk melaporkan ketidaknyamanan saya terhadap asap rokok, dan petugas tersebut langsung menegur sang perokok anarkis sampai dia bergegas pergi.

Hari pun mulai larut, malam semakin gelap dan waktu menunjukkan pukul 9 malam lewat. Food Court sudah mau tutup, dan saya bersama teman-teman pun sudah mau beranjak pulang.

Sekonyong-konyong, bau familiar yang tidak enak dan beracun itu pun tercium lagi. Ternyata tidak jauh dari saya, terdapat dua meja yang diduduki perokok anarkis. Yang satu merupakan sepasang kekasih muda yang merokok, dan yang satunya lagi seorang bapak yang merokok di hadapan seorang anak yang nampaknya adalah anaknya sendiri.

Geram saya rasanya. Sebelum memutuskan untuk menegur mereka secara langsung, saya coba menghampiri petugas keamanan Food Court yang berseragam hitam untuk mengadukan keluhan atas ketidaknyamanan saya. Tetapi apa daya, petugas tersebut mengatakan bahwa:

"Kita udah coba negur, mas. Pihak Mall juga dasarnya melarang (orang merokok), tapi intinya kalo sampe ada tulisan gimana gitu, kami gak tanggungjawab atas konsekuensinya..."

Merasa kurang puas dengan pernyataan tersebut, saya bilang bahwa saya akan tetap akan menegur para perokok anarkis itu atas pengabaian mereka terhadap peraturan Kawasan Tanpa Rokok.
Tetapi petugas tersebut berusaha menenangkan saya, dan bilang:

"Yaudah Mas saya coba ngomong sama atasan saya dulu, Mas duduk aja, nanti saya yang ke sana."

Saya pun duduk kembali dan berusaha menahan diri, karena melihat petugas tersebut yang nampaknya panik dan sedikit ketakutan akan disalahkan atas kejadian ini. Mungkin wajar saja petugas tersebut merasa tidak enak terhadap pengunjung, maka saya pun berusaha untuk memberi pihak Food Court kesempatan sekali lagi untuk menertibkan para perokok anarkis tersebut.

Tidak lama kemudian petugas keamanan tersebut pun datang kembali dan menegur sepasang kekasih muda yang merokok. Setelah berbicara sekitar 5 menit, mereka pun setuju untuk mematikan rokok mereka.

Lalu petugas tersebut pergi tanpa menegur bapak perokok di meja satunya, sehingga saya tergerak untuk menegur bapak tersebut. Mungkin karena melihat saya sudah ancang-ancang mau berdiri, petugas tadi datang kembali untuk menegur bapak perokok tersebut. Setelah ditegur, bapak itu hanya tersenyum, meletakkan rokoknya sejenak, hanya untuk menaruhnya kembali di mulutnya tanpa malu-malu.

Mengejutkan.

Padahal di sekitar Food Court (bahkan di belakang bapak perokok itu) sudah jelas-jelas terpampang banyak poster KAWASAN DILARANG MEROKOK.

Ketidakwaspadaan atau pengabaian? Tentu kita semua tahu jawabannya.

Fenomena perokok anarkis ini pun tidak jarang terjadi. Sebelumnya sudah banyak keluhan masyarakat terhadap perokok yang tidak tertib, salah satunya adalah kasus seorang Ibu bersama anaknya yang malah berbalik dikecam saat beliau menegur seorang perokok di sebuah kafe dalam Mall yang tentunya Kawasan Tanpa Rokok.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga sering menjumpai perokok anarkis. Terkadang mereka adalah orang tua kita yang merokok di dalam rumah, guru kita yang merokok di dalam sekolah, pegawai negeri yang merokok di dalam kantor, atau bahkan sekelompok dokter yang merokok di dalam ruangan tertentu di rumah sakit.

Melihat banyaknya perokok anarkis seperti ini membuat saya sangat, sangat kecewa. Saya ingin sekali menegur bapak yang masih merokok sembarangan itu, tetapi teman saya menahan saya dan bilang bahwa lebih baik saya 'menegur' bapak itu melalui tulisan yang dapat turut mengetuk pikiran banyak orang, terutama para perokok anarkis lainnya.

Betul juga, saya pikir. Bila saya menegur sendirian, sama seperti petugas tadi, bapak itu tidak akan bergeming.

Maka dari itu saya membuat tulisan ini, dengan harapan teman-teman lainnya yang membaca mampu tergerak untuk bersama-sama bertindak sebagai agen kontrol sosial, terutama menyikapi fenomena perokok anarkis yang buta aturan dan tuli peringatan seperti ini.

Anarki hanya bisa dinetralisir oleh keteraturan dan tatanan sosial yang jelas. Bersama kita bisa mewujudkan kontrol sosial kolektif, di mana budaya malu harus menjadi corong utama guna mencegah  para perokok anarkis yang apatis terhadap kesehatan orang-orang di lingkungan sekitarnya.

Sesungguhnya pada dasarnya, para perokok pun adalah korban yang terperdaya oleh adiksi rokok. Sampai-sampai beberapa di antara mereka kehilangan rasa malu saat menikmati rokoknya. Di sinilah kita, masyarakat luas berperan sebagai agen kontrol sosial dan mencegah dekadensi moral para perokok anarkis.

Meskipun kontrol sosial dalam bentuk teguran seringkali gagal, kita masih bisa menggunakan tulisan di sosial media, menggunggah foto, atau karya apapun sebagai media untuk menumbuhkan rasa malu di antara para perokok anarkis yang ada di sekitar kita.

Bagi para perokok yang masih anarkis dan membaca tulisan ini, saya harap kalian masih memiliki sedikit rasa malu dan berniat untuk menertibkan diri kalian masing-masing.

Bagi teman-teman yang lain, baik perokok maupun non-perokok, mari kita menjadi agen kontrol sosial yang baik demi kebaikan bersama masyarakat Indonesia yang saling menghormati tata tertib dan peraturan yang berlaku.

#MaluMerokokAnarkis


Margianta S. J. D.

Gerakan Muda FCTC

Comments

Popular posts from this blog

Anak Gayo Layak Tersenyum!

Biasanya kalo lagi kongkow-kongkow bareng temen dan lagi jenuh sama mata kuliah, gua suka ngobrolin tempat-tempat wisata yang asik buat travelling. Ada yang bilang pantai Sawarna lah, pulau Kiluan lah, Karimun Jawa lah, Lombok lah, dan tempat-tempat eksotis lainnya yang bikin gua makin bete sama liburan yang nggak kunjung dateng. Tapi kalau misalnya ditanya: "Perjalanan lu yang paling seru kemana, Gi?" Kayanya gua ngga bakalan jawab Bali, Amsterdam, Paris, Garut atau Berlin. Gua bakalan jawab.. "Desa Pantan Jerik, Aceh Tengah." Akhir bulan puasa taun 2013, tepatnya 30 Juli gua bersama Kak Devi, senior gua di SFAN (Sekretariat Forum Anak Nasional) berangkat. Kami ditugaskan untuk menyalurkan bantuan Forum Anak Nasional kepada anak-anak suku Gayo yang jadi korban gempa di daerah Aceh Tengah. Selain nyalurin bantuan kaya ransel, baju koko, alat sholat, buku, alat tulis dan seragam, kami juga bakalan bikin sebuah kegiatan traumahealing buat nyemang

Lebih Dari Seks: Mahasiswa Indonesia sebagai Garda Keadilan Terakhir

Saya lahir di tahun 1994. Saya terlalu muda untuk mengingat Indonesia di tahun 1998. Reformasi, sebagaimana buku sejarah kita menyebutnya, adalah saat rezim otoriter Soeharto dijatuhkan di tahun 1998 setelah berkuasa selama 32 tahun. Di samping beberapa faktor seperti krisis ekonomi, eskalasi konflik dan penggerak akar rumput seperti gerakan massal golongan buruh dan petani, aktivis HAM, serta Partai Rakyat Demokratik (PRD) di masanya, Reformasi dimungkinkan terjadi karena protes besar yang dipimpin gerakan mahasiswa. Demonstrasi mahasiswa menjadi sebuah gerakan nasional, saat berhasil menyebar ke berbagai kota di Indonesia dan menduduki gedung DPR. Tidak lama kemudian, presiden Soeharto menawarkan pengunduran dirinya di televisi dan Reformasi pun terjadi. Gerakan mahasiswa tetap hidup pasca Reformasi, namun tidak pernah sebesar yang terjadi di awal Reformasi. Sekarang di Indonesia, gerakan mahasiswa sepertinya telah menemukan kembali jalannya. Banyak mahasiswa mantan demonst

Indonesia Bukan Bangsa Asal-Asalan

Di Tanah Air yang penuh dengan berbagai macam ide, visi, misi dan semangat hebat, tentu kita mempunyai kebebasan untuk memilih sesuatu.  Akan tetapi kebebasan memilih itu pun harus berlandaskan pemikiran kritis dan tidak asal tunjuk. Asal terbeli omongan besar. Asal terhipnotis gestur sok heroik. Asal terpikat iklan promosi dan simbolisasi semu. Asal diperdaya oleh nasi bungkus dan sejumlah uang. Indonesia, kita ini bukan bangsa asal-asalan. Negeri kita pun bisa merdeka, bukan karena perjuangan yang asal-asalan. Negeri kita menempuh perjalanan panjang menuju demokrasi mumpuni saat ini, berkat sebagian masyarakat yang kritis. Berkat masyarakat yang aktif mencari, menelaah, mempertanyakan dan memperjuangkan kebenaran sebenar-benarnya. B aik yang namanya tercantum secara resmi sebagai pahlawan nasional, maupun pahlawan-pahlawan rakyat tak bertahta lainnya. Semua pencapaian-pencapaian hebat negeri kita berdasarkan pemikiran-pemikiran yang matang. Melalui dialog ter