Skip to main content

Anak Gayo Layak Tersenyum!

Biasanya kalo lagi kongkow-kongkow bareng temen dan lagi jenuh sama mata kuliah, gua suka ngobrolin tempat-tempat wisata yang asik buat travelling.
Ada yang bilang pantai Sawarna lah, pulau Kiluan lah, Karimun Jawa lah, Lombok lah, dan tempat-tempat eksotis lainnya yang bikin gua makin bete sama liburan yang nggak kunjung dateng.

Tapi kalau misalnya ditanya:

"Perjalanan lu yang paling seru kemana, Gi?"

Kayanya gua ngga bakalan jawab Bali, Amsterdam, Paris, Garut atau Berlin.
Gua bakalan jawab..

"Desa Pantan Jerik, Aceh Tengah."


Akhir bulan puasa taun 2013, tepatnya 30 Juli gua bersama Kak Devi, senior gua di SFAN (Sekretariat Forum Anak Nasional) berangkat. Kami ditugaskan untuk menyalurkan bantuan Forum Anak Nasional kepada anak-anak suku Gayo yang jadi korban gempa di daerah Aceh Tengah.
Selain nyalurin bantuan kaya ransel, baju koko, alat sholat, buku, alat tulis dan seragam, kami juga bakalan bikin sebuah kegiatan traumahealing buat nyemangatin anak-anak disana.

Salah seorang senior gua yang lain udah berangkat duluan seminggu sebelumnya buat survei lapangan dan koordinasi bareng masyarakat setempat. Kegiatan kami juga didukung BNPB (Badan
Nasional Penanggulangan Bencana), Lembaga Perlindungan Anak Sumatera Barat, Forum Anak Sumatera Barat, serta Mahasiswa UMA (Universitas Medan Area).

Jujur ini pertama kalinya gua pergi ke pulau Sumatera, dan gua gak pernah ngira sama sekali bakal bener-bener bisa pergi kesana. Rasanya kaya mimpi yang jadi kenyataan. Awesome ngetsahhh!


Gua naik pesawat ke Medan, dan landing di Kualanamu International Airport yang masih berumur kurang dari seminggu. Dengan membawa 3 karung (kira-kira berat masing-masing karung antara 15 dan 20 kg), 2 dus, 2 Carrier dan 1 tas besar, gua sama Kak Devi berjalan tergopoh-gopoh menuju mobil yang udah ngejemput kami.

Sesampainya gua di Medan, malem itu juga gua dijemput sama kerabatnya volunteer mahasiswa UMA dan naik bus menuju Takengon, Aceh Tengah.
Malem itu Medan kena hujan badai yang deras banget. Naasnya, gua dateng terlambat jadi dapet tempat duduk di smoking area. Tepat di belakang tempat duduk gua, tempat tidurnya supir cadangan bus. Di hadapan gua ada barang-barang yang berjubel. Lebih naasnya lagi, selama 10 jam perjalanan gua terombang-ambing karena supirnya nyetir kaya stuntman Fast and Furious. Nasib..



Tapi semakin sulit perjalanan yang gua lalui, semakin gua yakin kalo perjalanan gua kali ini nggak akan pernah terlupakan.

Dingin. Banget. Itu kesan pertama gua saat gua sampai di Takengon, Aceh Tengah. Uniknya, di Aceh emang banyak becak motor yang berkeliaran di jalan. Gua sendiri sempet naik salah satu becak motor buat pergi ke pusat BNPB di Aceh Tengah. Sensasinya itu loh, seru meen!

Tampil beda? Ok. Free Wifi Hotspot? Err..

Setelah selesai koordinasi bareng Forum Anak Aceh Tengah dan perwakilan dari BNPB Aceh Tengah, gua berangkat. Satu per satu barang memenuhi bus. Angin sepoi-sepoi yang sejuk masuk lewat jendela bus. Mesin bus yang udah diangetin daritadi akhirnya jalan juga.

Anak Gayo di Pantan Jerik, hereeee I come!


Jalanan menuju desa Pantan Jerik lumayan ekstrim. Bus yang gua naiki harus ngelewatin jalanan di bukit yang berkontur tajam dan sempit. Persis di pinggir jalanan itu juga, semacam lembah yang cukup tinggi. Kadang jalanan yang dilalui cuma muat buat 1 mobil, jadi bus gua harus minggir dulu dan mempersilakan mobil lain lewat.


Di sepanjang jalan ada banyak tenda-tenda dan posko bantuan bertebaran. Ada yang dari Kuwait, Arab Saudi, PMI, BNPB, dll.


Bangunan-bangunan rubuh menyelimuti pemandangan. Beberapa ibu rumah tangga duduk di pekarangan rumah mereka, termenung. Tanaman kopi tersebar di kiri dan kanan jalan. Ada beberapa anak kecil yang lari-larian neriakin bus yang gua naikin, sambil ketawa-ketawa.
Gua bales senyumin mereka satu-satu dari dalem bus, sambil terus mikir gimana kunjungan gua ke Pantan Jerik nanti.

Sekitar 2 jam kemudian gua sampai di desa Pantan Jerik. Kak Andre sama Bang Wanda langsung nyapa rombongan gua. Begitu selesai nurunin barang-barang sumbangan, kami langsung ngunjungin rumah penduduk setempat yang dijadiin 'basecamp' sementara. Di depan rumah itu ada tenda BNPB yang cukup besar. Tenda itu bakal jadi tempat gua dan temen-temen ngadain acara buat anak-anak Gayo selama beberapa hari ke depan.


Habis ngobrol bareng Kak Echa (pemilik rumah 'basecamp') dan temen-temen volunteer yang udah stay dari beberapa hari sebelumnya, gua tau kalo air bersih masih langka disini. Meskipun listrik bukan masalah yang begitu berarti disana, tapi fasilitas sanitasi yang ada masih perlu perhatian lebih dari pemerintah.
Selesai ngobrol, acara kami dimulai siang itu juga.

"Anak Gayo layak tersenyuuuum??"

"NYUUUUUUMMM!!!"

Inilah salah satu catchphrase yang paling memorial selama gua tinggal di Pantan Jerik. Konsep acara traumahealing buat anak-anak Gayo adalah Anak Gayo Layak Tersenyum. Kami berusaha bikin mereka tersenyum dengan berbagai kegiatan.


Setiap harinya, jumlah anak-anak Gayo yang dateng ke acara kami makin banyak. Hari demi hari, hubungan emosional antara para volunteer dan anak-anak Gayo terasa makin erat. Hubungan ini makin kuat seiring kegiatan kami berjalan.
Dari yang awalnya susah diatur, jadi punya inisiatif kolektif. Ada anak nakal yang hampir setiap pertemuan berantem, tapi menjelang akhir kegiatan dia berubah dan lebih akrab sama temennya. Ada anak pemalu yang awalnya masih manja sama orang tuanya, tapi akhirnya jadi mandiri dan pemberani. Ada anak yang awalnya nggak mau senyum (bahkan saat difoto), tapi akhirnya jadi murah senyum.

Bisa dibilang, jadi saksi dari proses terukirnya senyum anak-anak Gayo adalah the best journey and highest honor of my life.


Kami ngelakuin semuanya bareng-bareng. Outbound bareng mahasiswa UMA, gambar bareng, nyanyi bareng, nonton bareng, joget bareng, sampai buka puasa bareng setiap harinya.
Ternyata selama 4 hari yang spesial banget itu, nggak cuma anak-anak Gayo yang dihiasi senyuman.
Kami, para volunteer juga ikut mengukir senyuman di wajah kami masing-masing.


Setiap jengkal jerih payah terbayar, setiap kali kami melihat anak-anak Gayo tersenyum. Tidur di sleeping bag sambil pake minyak angin dimana-mana, lupa bangun sahur gara-gara kecapean, nggak pernah mandi karena air yang langka, jalan-jalan keliling desa buat sosialisasi kegiatan..
Gua nggak pernah nganggep semua itu beban.
Semua hal itu, justru yang selalu bikin gua makin kangen sama anak-anak Gayo di desa Pantan Jerik.


Menjelang hari terakhir gua di Pantan Jerik, seorang nenek sepuh dateng menghampiri gua.

"Nak, nanti kamu main ke rumah Nenek ya. Deket kok disana.. Disana.."

Nenek itu biasa dipanggil Nenek Kas. Rumahnya lumayan jauh dari 'basecamp', tapi dia bela-belain dateng cuma buat ngundang gua sama temen-temen volunteer ke rumahnya. Saat gua nanya kenapa beliau begitu baik ngundang gua, beliau cuma jawab:

"Nenek mau berterima kasih Nak, kamu datang kesini, main sama cucu Nenek. Dia senang sekali, suka cerita sama Nenek.."

Sesaat sebelum pulang, Bang Wanda sama gua dateng ngunjungin rumahnya Nenek Kas. Kebetulan beliau lagi berkebun di halaman rumahnya. Dengan langkah yang renta, beliau menghampiri kami dan ngasih 1 karung putih besar.


"Isinya buah Jeruk dan buah Alpukat.. Buat di jalan Nak. Pesan Nenek satu.. Hati-hatilah di jalan Nak.. Terima kasih ya.. "

Gua tersentuh banget. Meskipun hidup seadanya, Nenek Kas masih berusaha mengapresiasi gua dan temen-temen volunteer yang lain. Sebetulnya yang gua pikirin bukan tentang Jeruk dan Alpuketnya, tapi esensi dari hadiah itu sendiri. Coba aja setiap orang di Indonesia semurah hati Nenek Kas, gua yakin Indonesia bakal jadi lebih baik.

Sekarang gua duduk dengan nyaman di kostan, dan nulis postingan ini udah bikin gua makin bersyukur sama apa yang udah gua punya saat ini. Gua nggak mau ngeluhin hal-hal kecil yang remeh lagi.

1 hal lain yang gua pelajari dari perjalanan gua ke desa Pantan Jerik di Aceh Tengah, selain bersyukur.
Terjebak dengan segala keterbatasan dan tenggelam dalam kesedihan nggak berarti kita kehilangan hak buat tersenyum. Hidup ini penuh dengan kesempatan. Buat meraih kesempatan yang luar biasa, kita juga harus jadi orang yang luar biasa.
Mungkin kita bisa belajar dari anak-anak Gayo yang luar biasa. Mereka luar biasa, karena dengan segala keterbatasan dan kesedihan, mereka berhasil membuktikan bahwa mereka masih layak bermimpi dan layak tersenyum.

Apapun yang terjadi kita selalu bisa mendongakkan kepala, tersenyum dan berlari meraih kesempatan apapun yang ada.
 
Makasih anak-anak Gayo, kalian yang udah ngebuat desa Pantan Jerik jadi tujuan perjalanan gua yang paling keren dan nggak terlupakan.


Mungkin perjalanan gua di Pantan Jerik udah lama berakhir, tapi semangat kalian selalu gua bawa kemana-mana.


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Lebih Dari Seks: Mahasiswa Indonesia sebagai Garda Keadilan Terakhir

Saya lahir di tahun 1994. Saya terlalu muda untuk mengingat Indonesia di tahun 1998. Reformasi, sebagaimana buku sejarah kita menyebutnya, adalah saat rezim otoriter Soeharto dijatuhkan di tahun 1998 setelah berkuasa selama 32 tahun. Di samping beberapa faktor seperti krisis ekonomi, eskalasi konflik dan penggerak akar rumput seperti gerakan massal golongan buruh dan petani, aktivis HAM, serta Partai Rakyat Demokratik (PRD) di masanya, Reformasi dimungkinkan terjadi karena protes besar yang dipimpin gerakan mahasiswa. Demonstrasi mahasiswa menjadi sebuah gerakan nasional, saat berhasil menyebar ke berbagai kota di Indonesia dan menduduki gedung DPR. Tidak lama kemudian, presiden Soeharto menawarkan pengunduran dirinya di televisi dan Reformasi pun terjadi. Gerakan mahasiswa tetap hidup pasca Reformasi, namun tidak pernah sebesar yang terjadi di awal Reformasi. Sekarang di Indonesia, gerakan mahasiswa sepertinya telah menemukan kembali jalannya. Banyak mahasiswa mantan demonst

Indonesia Bukan Bangsa Asal-Asalan

Di Tanah Air yang penuh dengan berbagai macam ide, visi, misi dan semangat hebat, tentu kita mempunyai kebebasan untuk memilih sesuatu.  Akan tetapi kebebasan memilih itu pun harus berlandaskan pemikiran kritis dan tidak asal tunjuk. Asal terbeli omongan besar. Asal terhipnotis gestur sok heroik. Asal terpikat iklan promosi dan simbolisasi semu. Asal diperdaya oleh nasi bungkus dan sejumlah uang. Indonesia, kita ini bukan bangsa asal-asalan. Negeri kita pun bisa merdeka, bukan karena perjuangan yang asal-asalan. Negeri kita menempuh perjalanan panjang menuju demokrasi mumpuni saat ini, berkat sebagian masyarakat yang kritis. Berkat masyarakat yang aktif mencari, menelaah, mempertanyakan dan memperjuangkan kebenaran sebenar-benarnya. B aik yang namanya tercantum secara resmi sebagai pahlawan nasional, maupun pahlawan-pahlawan rakyat tak bertahta lainnya. Semua pencapaian-pencapaian hebat negeri kita berdasarkan pemikiran-pemikiran yang matang. Melalui dialog ter