Skip to main content

"Show something be useful" Bukannya "Use something to showoff"

Di suatu siang, saya sedang duduk di kontakan saya yang sempit, sendirian. Awalnya saya acuh tak acuh dengan tayangan di TV, sampai saya melihat sebuah talkshow di TV yang membahas tentang 'Krisis Pemimpin Bangsa'.
Berbagai macam politisi yang diundang ke dalam talkshow itu, dan turns out, kebanyakan dari merekahanya berbicara mengenai partai mereka sendiri. Showoff. Saling menjatuhkan. Malah menjauh dari topiknya sendiri, dan mempromosikan partainya. Layaknya pedagang identitas.
Perlu ditegaskan kembali bahwa konteks yang sedang dibicarakan adalah pemimpin bangsa, bukan partai saja.
Jika berbicara tentang pemimpin, tentunya dia adalah seseorang yang dapat mengayomi segala kalangan dan kelompok. Disinilah, menurut saya seharusnya kita bersama-sama, maju dan berusaha mewujudkan sosok pemimpin bangsa yang kita butuhkan. Bukannya malah sibuk terpecah belah oleh egoisme dan kepentingan kelompok masing-masing. Inilah salah satu hal yang telah menghambat kemajuan bangsa kita.
Di dalam acara talkshow itu, disebutkan pula bahwa 60% pemilih untuk pemilu berasal dari desa.
Sementara seperti yang kita tahu, kebanyakan politisi yang datang ke desa hanya menyuguhkan 'material-material' yang nantinya mereka jadikan jaminan agar orang-orang mendukung mereka.
Para penduduk desa ini kurang diberikan sosialisasi mengenai situasi politik yang sebenarnya dan tujuan-tujuan 'asli daripada' kelompok-kelompok tersebut. Miris.


Politik adalah tempat kita memperjuangkan hak dan pendapat kita maupun orang lain, sebagai bagian dari semesta ini. Bukannya ajang memamerkan kekayaan, prestise, menjatuhkan orang lain maupun 'membeli suara' orang lain.

Begitu mendengar desa sedang diperbincangkan, benak saya langsung mengingat kompetisi Bogor Next Generation (B-Next) yang diadakan oleh Paguyuban Bogor, yang diketuai oleh Dr. Bima Arya Sugiarto, dosen Universitas Paramadina.
Terlebih lagi kegiatan yang saya lakukan di Step 2, yaitu kegiatan Turun Kampung.
Bukannya saya mau curhat, tapi menurut saya ini pengalaman empiris yang wajib dan layak untuk dibagi bersama.
Di dalam kegiatan Turun Kampung, kami para peserta tergabung dalam sebuah kelompok yang beranggotakam 9 orang dan dipimpin oleh 1 orang ketua. Kami selanjutnya membuat proposal berdasarkan riset yang telah kami lakukan pada sebuah daerah yang telah ditentukan oleh panitia untuk masing-masing kelompok.
Di daerah tersebut, kami akan melakukan kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat membantu membenahi masalah yang ada di daerah tersebut.
Setiap kelompok pun melakukan program yang berbeda-beda, tergantung dengan situasi dan kondisi daerah yang didatangi.
Disana, kami benar-benar belajar menjadi seorang pemimpin. Kami terjun langsung ke dalam permasalahan yang sedang terjadi, dan berusaha (sekali lagi, berusaha) untuk memberi dan membantu melaksanakan (bukan hanya menemukan) solusi yang tepat. Bahkan, orang-orang dari Paguyuban Bogor termasuk Dr. Bima Arya sendiri tidak segan untuk ikut serta dalam berbagai kegiatan kami, yang terkadang kotor(secara harafiah) dan melelahkan.
1 hal yang harus saya garisbawahi, B-Next ini adalah kompetisi kepemimpinan yang diikuti oleh para pelajar SMA. Bayangkan. Ini membuktikan bahwa teori "anda harus lebih berpengalaman untuk bla-bla-bla" itu salah. Asalkan kita mempunyai niat dan mau untuk belajar, semua pasti bisa.
Pengalaman kok dipermasalahkan? Kalau memang belum punya pengalaman, carilah pengalaman. Alami pengalaman itu.
Kita tidak bisa terus terpaut oleh retorika-retorika, dan terjebak dalam ekspektasi tanpa aplikasi.

Kita butuh generasi yang bisa mengaplikasikan visi untuk membenahi bangsa ini. Baik secara infrastruktur, SDM, birokrasi, maupun hal-hal lainnya. Kalau sudah terbenahi, pasti secara otomatis bangsa kita akan berangsur-angsur maju. Tidak harus signifikan kok, yang penting maju. Jangan mendem terus.
Saya tahu, ngomong itu gampang, melakukannya susah. Tapi...

Kalau selalu takut untuk memulai, kapan hasil yang diinginkan akan dituai? 

Saya juga percaya, apabila birokrasi negara Indonesia telah bersih (tentunya bila transparansi ditegakkan) dan lancar, pasti proses pembangunan nasional tidak akan tersendat-sendat seperti sekarang.
Mengapa saya membicarakan lomba B-Next ini, di tengah-tengah pembicaraan saya mengenai talkshow tadi?


Karena inilah yang Indonesia butuhkan.

Sebuah kegiatan dimana orang-orang tidak hanya mengkonstruksi ideologi dan perencanaan semata, tetapi juga berusaha mengaplikasikannya dalam dunia nyata.
Saya dapat katakan, bahwa B-Next Leadership Competition merupakan kegiatan yang dapat dijadikan teladan bagi berbagai pihak di Indonesia. Terutama kalangan media kapitalis yang hanya menjual kehidupan pribadi para selebritis hedonis. Apalagi di tengah maraknya 'show-show' non-edukatif yang tidak jelas nilai moralnya ditayangkan di berbagai layar kaca Indonesia.
Akhir kata, semoga talkshow yang saya saksikan itu bukan hanya menjadi ajang 'berbicara' semata, melainkan dapat menjadi cerminan untuk bangsa ini dalam membenahi diri masing-masing.
Menggugah kesadaran masing-masing untuk bangkit.
Agar suatu saat, atau saya perlu bilang begitu anda selesai membaca tulisan ini, seseorang akan bangkit dan menutup telinganya dari segala rayuan duniawi, dan sanggup berusaha untuk menuntun bangsa ini keluar dari keterpurukan.

Bersama-sama, kita pasti bisa.

Ingat. Anda tidak sendirian. Anda tidak pernah sendirian.

Comments

Popular posts from this blog

Anak Gayo Layak Tersenyum!

Biasanya kalo lagi kongkow-kongkow bareng temen dan lagi jenuh sama mata kuliah, gua suka ngobrolin tempat-tempat wisata yang asik buat travelling. Ada yang bilang pantai Sawarna lah, pulau Kiluan lah, Karimun Jawa lah, Lombok lah, dan tempat-tempat eksotis lainnya yang bikin gua makin bete sama liburan yang nggak kunjung dateng. Tapi kalau misalnya ditanya: "Perjalanan lu yang paling seru kemana, Gi?" Kayanya gua ngga bakalan jawab Bali, Amsterdam, Paris, Garut atau Berlin. Gua bakalan jawab.. "Desa Pantan Jerik, Aceh Tengah." Akhir bulan puasa taun 2013, tepatnya 30 Juli gua bersama Kak Devi, senior gua di SFAN (Sekretariat Forum Anak Nasional) berangkat. Kami ditugaskan untuk menyalurkan bantuan Forum Anak Nasional kepada anak-anak suku Gayo yang jadi korban gempa di daerah Aceh Tengah. Selain nyalurin bantuan kaya ransel, baju koko, alat sholat, buku, alat tulis dan seragam, kami juga bakalan bikin sebuah kegiatan traumahealing buat nyemang

Lebih Dari Seks: Mahasiswa Indonesia sebagai Garda Keadilan Terakhir

Saya lahir di tahun 1994. Saya terlalu muda untuk mengingat Indonesia di tahun 1998. Reformasi, sebagaimana buku sejarah kita menyebutnya, adalah saat rezim otoriter Soeharto dijatuhkan di tahun 1998 setelah berkuasa selama 32 tahun. Di samping beberapa faktor seperti krisis ekonomi, eskalasi konflik dan penggerak akar rumput seperti gerakan massal golongan buruh dan petani, aktivis HAM, serta Partai Rakyat Demokratik (PRD) di masanya, Reformasi dimungkinkan terjadi karena protes besar yang dipimpin gerakan mahasiswa. Demonstrasi mahasiswa menjadi sebuah gerakan nasional, saat berhasil menyebar ke berbagai kota di Indonesia dan menduduki gedung DPR. Tidak lama kemudian, presiden Soeharto menawarkan pengunduran dirinya di televisi dan Reformasi pun terjadi. Gerakan mahasiswa tetap hidup pasca Reformasi, namun tidak pernah sebesar yang terjadi di awal Reformasi. Sekarang di Indonesia, gerakan mahasiswa sepertinya telah menemukan kembali jalannya. Banyak mahasiswa mantan demonst

Indonesia Bukan Bangsa Asal-Asalan

Di Tanah Air yang penuh dengan berbagai macam ide, visi, misi dan semangat hebat, tentu kita mempunyai kebebasan untuk memilih sesuatu.  Akan tetapi kebebasan memilih itu pun harus berlandaskan pemikiran kritis dan tidak asal tunjuk. Asal terbeli omongan besar. Asal terhipnotis gestur sok heroik. Asal terpikat iklan promosi dan simbolisasi semu. Asal diperdaya oleh nasi bungkus dan sejumlah uang. Indonesia, kita ini bukan bangsa asal-asalan. Negeri kita pun bisa merdeka, bukan karena perjuangan yang asal-asalan. Negeri kita menempuh perjalanan panjang menuju demokrasi mumpuni saat ini, berkat sebagian masyarakat yang kritis. Berkat masyarakat yang aktif mencari, menelaah, mempertanyakan dan memperjuangkan kebenaran sebenar-benarnya. B aik yang namanya tercantum secara resmi sebagai pahlawan nasional, maupun pahlawan-pahlawan rakyat tak bertahta lainnya. Semua pencapaian-pencapaian hebat negeri kita berdasarkan pemikiran-pemikiran yang matang. Melalui dialog ter