Skip to main content

Paramadina!

Universitas Paramadina.



Pertama kali gua denger nama ini, gua langsung terheran-heran. Kok nggak terlalu eksis-eksis banget ya? Gua nggak pernah denger namanya, tapi Nyokap nyaranin gua supaya kuliah disitu.
Ternyata setelah gua nyari tau informasi tentang Paramadina (atau biasa disebut 'Parmad'), gua langsung terkagum-kagum.

Selain para pengajarnya yang memang berkompeten (mayoritas sudah bergelar s3) Universitas Paramadina sendiri digagas oleh Cak Nur, yang awalnya bernama Universitas Paramadina Mulya. Cak Nur adalah seorang tokoh pluralis terkemuka di Indonesia.

Ajaibnya, walau baru beberapa minggu gua kuliah di Parmad, gua udah bisa ngerasain aura 'Cak Nur' yang begitu kuat di setiap celah kampus.

Konsep pluralisme Cak Nur bener-bener terimplementasikan di dalam kampus gua tercinta ini.

Bisa diliat dari karakter mahasiswa yang warna-warni kaya gado-gado.
Kalo lu kuliah di Parmad, lu bisa nemuin berbagai macam mahasiswa dengan berbagai macam karakter dan latar belakang. Dari anak Papi Mami yang sosialita, anak pejuang yang dateng jauh-jauh dari pulau lain untuk menimba ilmu, anak anti-sosial yang introvert banget, anak berjanggut panjang dan islami, anak seniman yang rambutnya gondrong dikonde, sampai anak gaul yang super ekstrovert.

Kerennya, they got along with each other, respectively, every single day. Perbedaan bukan lagi jurang di Paramadina, tapi seni untuk bikin hidup lu makin lengkap dan berwarna.

Gua ngga peduli sama tuduhan-tuduhan beberapa oknum terhadap Paramadina, mau mereka konspirasi hati kek, propagandanisasi kek, bodo amat.

Whatever they say, this is my campus, and until this very second..
It rocks my world, every single day.

Kuliah di Parmad dan bertemu sama dosen-dosen gaul + macem-macem temen super awesome adalah kesan terbesar yang gua dapat dari Universitas Paramadina.
Dan gua nggak bakalan mau nuker ini dengan gengsi sebesar apapun, di universitas manapun.

Gua jadi keinget 1 motto Parmad yang diajarin senior gua pas masa orientasi.

"Paramadina?"

"small, but GIANT!"

Comments

Popular posts from this blog

Testimony of a Feminist Vader

"Luke, I am your Father. But don't forget your Mother too. She's awesome." Recently many people have asked me: "Why did you dressed up as Darth Vader to #WomensMarchJkt?" I came to the #WomensMarchJkt dressed as Darth Vader because he's unique. He was a good man at first and then he turned bad and then good again. I think the same thing applies to all of us. We might be in a world where people are still patriarchal, sexist, racist today, but we can change them. They can be good. I also came to the march with my Mom because she's my inspiration. Everything I am would be nothing without her. She took care of me on her own for many years after she got divorced. Hard-working, formidable women like my Mom and other outstanding women like Kartini Kendeng, Mama Yosepha Alomang, Maria Catarina Sumarsih are the living testament of feminism. Women are just incredible . Women are capable of being whoever they want to be, despite all of the social, ...

Lebih Dari Seks: Mahasiswa Indonesia sebagai Garda Keadilan Terakhir

Saya lahir di tahun 1994. Saya terlalu muda untuk mengingat Indonesia di tahun 1998. Reformasi, sebagaimana buku sejarah kita menyebutnya, adalah saat rezim otoriter Soeharto dijatuhkan di tahun 1998 setelah berkuasa selama 32 tahun. Di samping beberapa faktor seperti krisis ekonomi, eskalasi konflik dan penggerak akar rumput seperti gerakan massal golongan buruh dan petani, aktivis HAM, serta Partai Rakyat Demokratik (PRD) di masanya, Reformasi dimungkinkan terjadi karena protes besar yang dipimpin gerakan mahasiswa. Demonstrasi mahasiswa menjadi sebuah gerakan nasional, saat berhasil menyebar ke berbagai kota di Indonesia dan menduduki gedung DPR. Tidak lama kemudian, presiden Soeharto menawarkan pengunduran dirinya di televisi dan Reformasi pun terjadi. Gerakan mahasiswa tetap hidup pasca Reformasi, namun tidak pernah sebesar yang terjadi di awal Reformasi. Sekarang di Indonesia, gerakan mahasiswa sepertinya telah menemukan kembali jalannya. Banyak mahasiswa mantan demonst...

Supir Ojek, Butterfly Effect, dan Refleksi Ketidakjujuran Bangsa

  "Mas, jangan nekat. Ini jalur Busway." "Ah, slowly bro. Kayaknya hidup lu kaku banget sama aturan." Supir ojek online tanpa helm berusia sekitar 30 tahunan itu tidak menghiraukan saya dan nekat membanting arah setirnya ke jalur Busway. -------------- Sepanjang perjalanan itu, saya mendengarkan berbagai keluh kesah supir ojek tersebut. Mulai dari kesenjangan ekonomi, politisi, sampai kasus-kasus korupsi yang paling meresahkan beliau. Awalnya saya berusaha memahami perspektif beliau, serta memberikan pandangan saya sebagai mahasiswa. Saya mengangguk, tertawa, dan menyampaikan simpati terhadap keluh kesahnya. Tetapi pada saat beliau mulai melepas helmnya dan memasuki jalur Busway, pola obrolan kami berubah menjadi perdebatan terkait pelanggaran lalu lintas, sebuah ketidakjujuran yang menurutnya 'kecil' dan 'sepele' bila dibandingkan dengan kasus korupsi pejabat yang besar. Setelah beberapa percakapan tanpa titi...