Skip to main content

Sebuah Laporan Perjalanan



-November 2012-


LAPORAN PERJALANAN – MARGIANTA S.J.D.

Beberapa minggu yang lalu, saya masih seorang siswa SMA kelas 12 biasa yang ngekost di Bogor.
Walaupun sebenarnya saya juga memiliki "kehidupan-kehidupan" lain di berbagai macam organisasi yang saya ikuti seperti OSIS, berbagai ekstrakurikuler, ormas, LSM, dan masih banyak lagi..
Saya mencapai kepada suatu keadaan yang saya sebut dengan "Statically Stagnant".
Saya merasa terlalu statis dalam atmosfer dan ruang lingkup yang stagnan. Tiba-tiba muncul gejolak dalam diri saya yang memberontak ingin menerjang pergi dari segala rutinitas, hanya saja saya belum mempunyai kesempatan untuk "melarikan diri" dari semua itu.
Sampai suatu hari, kak Ratna (yang bekerja di Kementrian Pemeberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak/KPP-PA) mengirim saya sebuah pesan BBM di malam hari. Setengah delapan malam, saya ingat saat itu saya sedang berkutat dengan laptop saya seorang diri. Pesan itu isinya berupa tawaran dari kak Ratna kepada agar saya mengikuti kegiatan yang diadakan SFAN (saat itu saya belum tahu apa artinya) untuk berkunjung ke Yogyakarta.
Saya termangu untuk beberapa saat..
Yogyakarta? Jogja? Itu adalah kota yang paling mudah membuat saya jatuh cinta dan terlena di dalamnya!
Kota seribu kenangan. Baru saja beberapa hari yang lalu saya menjadikan Jogja sebagai Daydream Object saya saat pelajaran matematika, tiba-tiba sebuah opportunity jatuh begitu saja dari langit dan sampai ke saya dalam bentuk BBM.
Apakah saya senang? Tentu. Apakah saya ragu menerima tawaran itu? Tidak sama sekali.

Tommy, Dhea, dan... Siapapun dia.


Saya tidak bisa menyembunyikan kegirangan saya saat itu, apalagi saya akan pergi bersama 2 rekan saya lainnya dari Forum Anak Kota Bogor (FANATOR) juga, yaitu Dhea dan Tommy. Dhea menjabat sebagai Sekretaris FANATOR, dan Tommy adalah Bendaharanya. Dan saya? Tidak usah dipertanyakan..
Singkat cerita, saya diinstruksikan oleh kak Ratna untuk datang jam 05:30 pagi di gedung KPP-PA yang berlokasi di Jalan Medan Merdeka Barat.

"Di depan monas ya Gian.."

Begitu kata kak Ratna. Saya datang saat jalanan Jakarta masih "belum bangun" dan dipadati oleh kuda-kuda besi super sibuk. Sesampainya di gedung KPP-PA...

...saya terserang penyakit M. Minder.

Saya tidak kenal siapapun disitu, sampai akhirnya saya menemukan sosok Dhea yang sedang berjalan kesana-kemari dengan ekspresi linglung seperti tukang peyeum yang berniat berjualan combro (?).

Kira-kira 1 jam kemudian rekan FANATOR saya yang lain (yang saya kenal) yaitu Tommy, datang. Tadinya Tommy sempat membuat sudden panic diantara orang-orang karena kita sudah siap untuk berangkat, tetapi menunggu Tommy dan Nisa (anggot SFAN yang ternyata berasal dari Bogor pula) yang terjebak macet di kereta.
Tibalah detik-detik keberangkatan kami. Jantung saya tidak hanya berdegup kencang, tapi rasanya bagai ada konser Erwin Gutawa Orchestra yang memainkan lagu Winter-nya Antonio Vivaldi. Bergemuruh. Berdebar. Dan unlimited amount of nervous, itulah kira-kira perasaan saya saat itu. Saat dimana saya diminta untuk memegang spanduk yang bertuliskan:

"SEKRETARIAT FORUM ANAK NASIONAL - KE GUNUNG KIDUL"

Foto bersama sebelum beranjak masuk ke dalam bis!

Awalnya saya agak terheran-heran, mengapa tulisan di spanduknya hanya Sekretariat Forum Anak Nasional. Saya merasa paling kecil sendiri diantara teman-teman yang lainnya..
Seusai sesi pemotretan, kak Ratna datang menghampiri saya dan menanyakan berapa ukuran baju saya.
Ternyata saya diberi sebuah jaket! Dan jaketnya keren sekali!
Jaket yang bisa dipakai secara bulak-balik ini memiliki lambang Forum Anak Nasional (FAN) di bagian dada sebelah kanan, dan lambang KPP-PA di bagian dada sebelah kiri. Yang paling saya suka dari jaket ini, ada tulisan "FORUM ANAK NASIONAL" berwarna merah menyala di bagian belakangnya.
Baiklah, setelah saya membahas jaket (yang super keren itu) saya akan bercerita bagaimana suasana perjalanan menuju Jogja.
Kami pergi dengan menggunakan sebuah bus kecil, besarnya kira-kira setara dengan sebuah bus biasa tetapi dibagi dua. Lumayan sempit dan berdempetan, sih..

Tetapi itulah yang membuat kami lebih mudah dan asik untuk beradaptasi dan berbaur satu sama lain.

Roda-roda bis pun mulai menyusuri jalanan ibukota, menuju jalan tol yang masih sedikit lenggang. Kak Ratna membagi-bagikan nasi liwet dan beberapa snack untuk menjadi pengganjal perut. Beberapa anak SFAN membagi-bagikan makanan ringan yang mereka bawa. Saya duduk terdiam di bangku yang paling belakang, di dekat jendela.
Saya baru berniat mengisolir diri dengan headset dan iPod saya, tiba-tiba seorang perempuan di sebelah saya mengajak saya berkenalan. Dia adalah Nisa, anggota SFAN yang ternyata juga berdomisili di Bogor. Kami pun banyak berbincang seputar forum anak, kegiatan sehari-hari, keluarga, dan lain-lain.

Saat saya sedang asik-asiknya mengobrol, Nisa dipanggil oleh pak Usman untuk menjadi “Pemandu bis dadakan“ dan melakukan beberapa games yang menarik dan lucu. Lama kelamaan, suasana di bis pun mulai menghangat (secara harafiah dan non-harafiah) karena games sekaligus perkenalan diri yang kami lakukan.

Saya pun berkenalan dengan Imam, kak Pandji, kak Audy, kak Devi, kak Andra dan para anggota SFAN lainnya yang ternyata begitu baik dan ramah. Rifai, kak Uya dan beberapa anggota SFAN lainnya juga bercerita mengenai pengalaman menarik mereka saat mewakili SFAN di berbagai daerah dan acara. Kami pun memperhatikan dengan seksama dan tidak kunjung bosan karenanya.

Sungguh menyenangkan!

Lamanya perjalanan yang kami tempuh pun tidak lagi menjadi suatu beban yang berarti, karena obrolan dan candaan yang mewarnai seisi bus. Saya juga menjadi semakin akrab sekali dengan kak Adit (dia adalah perwakilan Indonesia dalam konferensi anak ASEAN tahun 2010) yang kebetulan memiliki banyak kesamaan dengan saya, sampai-sampai rasanya saya tidak pernah kehabisan “amunisi“ untuk berbincang-bincang.

Suasana bis semakin ramai saat Dhea mengeluarkan kartu permainan Uno-nya dan bermain bersama anggota-anggota SFAN lainnya. Sayangnya, saya tidak ikut dalam permainan Uno itu karena saya belum tahu cara memainkannya, dan terserang mabuk darat yang dahsyat (maklum, supir yang mengemudikan bis kami seperti pilot pesawat tempur Star Wars).
Kami sempat berhenti sebentar untuk makan siang di suatu saung di daerah di Jawa Barat, dan makan malam di suatu daerah di Jawa Tengah. Lucunya, setiap ada perhentian pasti anak-anak FAN tidak luput untuk mengisi baterai handphone mereka. Dengan kompaknya, kami mencari terminal kuningan yang kosong dan bisa dipakai.

Pendopo yang ada di penginapan kami di Gunung Kidul. Klasik! :D

Setelah menempuh jalanan yang berkontur dan meliuk-liuk seperti ular naga sinetron kolosal, kami sampai di tujuan kami yaitu sebuah penginapan di daerah Gunung Kidul. Beberapa di antara kami langsung membaringkan diri dan beristirahat, dan hanya beberapa dari kami terserang insomnia (maklum, kami sampai sekitar pukul 1 pagi) termasuk saya sendiri, bersama Tommy yang berbagi kamar dengan saya (kami baru tidur jam setengah 4 pagi!).
Paginya, saya lekas bergegas dan berkumpul di pendopo bersama pak Usman, dan anak-anak anggota SFAN lainnya untuk briefing pagi. Disana sambil sarapan bersama kami, pak Usman memberi beberapa pengarahan tentang kegiatan yang akan kami lakukan hari itu. Beliau juga memotivasi kami agar kami meningkatkan kemampuan berbahasa inggris kami, karena itu merupakan salah satu hal krusial yang positif sekali dampaknya apabila benar-benar kami berhasil kuasai.

Disitu saya dan teman-teman SFAN baru lainnya juga diperkenalkan kepada Jesslyn, perwakilan Indonesia dalam konferensi anak ASEAN 2012 yang sangat baik dan nantinya akan memberi kami tur gratis mengenai kenampakan dan potensi alam yang ada di Gunung Kidul.
Selanjutnya, kami semua diabsen, diberi uang akomodasi yang lumayan banyak dan kemudian naik ke dalam bis untuk berangkat. Saat itu pula saya menyadari bahwa saya sudah menjadi anggota Sekretariat Forum Anak Nasional. Saya senang sekali..

Tujuan pertama rombongan kami adalah Forum Anak Gunung Kidul (FAGK).



Bersama SFAN :)

Di sana kami sudah disambut oleh beberapa orang pembina dan anggota FAGK yang berjejer rapih di pintu masuk. Saya serasa menjadi tamu kehormatan, karena mereka begitu ramah dan sopan menyambut kedatangan kami. Kami melakukan audiensi bersama FAGK, dan audiensi berjalan sangat menyenangkan karena pembina FAGK dan para perwakilan FAGK begitu asyik untuk diajak berdiskusi dan bertukar pikiran.

Nisa beserta Dhea, bernarsis ria di tengah audiensi FAGK -_-

Pak Usman kemudian memberikan plakat miniatur Monas dan seperangkat komputer secara simbolis kepada perwakilan FAGK. Seusai audiensi, kami diajak tur kecil mengelilingi sekretariat FAGK.
Dan disinilah, momen dimana saya merasa sangat kagum dengan FAGK.

Mimpi mereka :)

Dengan ruang sekretariat yang seadanya, fasilitas yang seadanya, dan SDM yang juga seadanya mereka begitu tekun, ulet dan kreatif dalam menyuarakan pendapat serta advokasi mereka terhadap penegakkan hak anak. Di dalam ruangan yang besarnya tidak terlalu besar itu, saya disuguhi oleh pemandangan-pemandangan yang menyenangkan hati saya. Berbagai foto dokumentasi prestasi, kegiatan, dan kerajinan tangan mengelilingi saya, membuat saya terpana dan takjub. Saya pun spontan bergumam dalam hati,

“Kalau saja seluruh anak di Indonesia memiliiki pandangan hidup yang sama visioner dan dinamisnya seperti mereka, mungkin impian untuk mewujudkan Indonesia layak anak akan terwujud dengan mudah. Tidak hanya menjadi Impian belaka.“

Tidak heran, FAGK disebut-sebut sebagai forum anak terbaik di Indonesia.
Setelah kunjungan ke FAGK, kami bergegas menuju lokasi yang berikutnya yaitu Forum Anak Desa Kemadang 17 Dusun (FORANDAKA 17).

Adik-adik yang manis memberikan sambutan yang hangat dan manis ;)

Tidak jauh beda dengan kunjungan kami ke FAGK sebelumnya, kali ini kami juga disambut dengan hangat oleh para pembina dan perwakilan FORANDAKA 17. Bahkan diantara mereka juga ada 4 orang anak kecil yang menari-nari sambil mengiringi kami masuk, sungguh menyenangkan.
Setelah audiensi dan pemberian plakat miniatur Monas secara simbolis oleh pak Usman, kami melihat-lihat ruang sekretariatnya. Ternyata tidak jaug beda dengan ruang sekretariat FAGK, hanya saja sedikit lebih luas.


Saya kembali terkagum-kagum disini.


Di dinding terdapat begitu banyak diagram susunan kepengurusan organisasi, saking banyaknya saya tidak bisa sebutkan satu-satu. Yang jelas, anak-anak FORANDAKA 17 sudah sangat mahir dan terbiasa hidup berorganisasi dengan baik dan sistematis. Pak Usman sendiri memuji FORANDAKA 17 karena mereka salah satu dari sedikit forum anak di Indonesia yang dapat memberikan laporan hasil kegiatan dan notulen rapat paling lengkap dan aktif, walau hanya terdapat beberapa kesalahan yang tidak berarti.

Jadwal anak-anak sanggar Garuluku!

Seusai kunjungan menyenangkan ke FORANDAKA 17, kamu diajak oleh kakak-kakak pembina FORANDAKA 17 untuk mengunjungi anak-anak dari sanggar Garuluku. Tempatnya tidak terlalu jauh, jadi kami berjalan kaki bersama.
Ternyata Garuluku merupakan tempat banyak anak pada berbagai usia (TK, SD, SMP bahkan SMA) untuk menyalurkan waktu mereka dalam kegiatan-kegiatan positif, berkreativitas dan mengekspresikan potensi dengan percaya diri.


Lokasinya terletak di kaki bukit, sangat teduh dan asri. Saat saya melihat-lihat ternyata ada suatu tempat yang besarnya tidak seberapa, sepertinya bisa disebut “pameran cilik“ daripada hasil-hasil karya mereka.
Kembali, saya terpana.



Di dalam “pameran cilik“ itu terdapat banyak sekali kerajinan-kerajinan tangan, lukisan, poster yang mengampanyekan hak anak, bahkan ada sebuah vespa bekas yang dilukis dengan gradasi warna abstrak yang warna-warni dan indah. Masuk ke dalam “pameran cilik“ ini, saya merasakan 1 momen dimana rasanya saya serasa kembali ke dalam masa lalu, dimana saya masih menjadi bocah kecil, yang siap menempuh hari dengan semangat, senyum dan gairah kebahagiaan tanpa pretensi.


Anak-anak Garuluku sedang senam SKJ saat saya baru tiba di sanggar itu. Dengan spontan saya ikut menari bersama mereka.


Senam bersama Garuluku!

Seru sekali!





SKJ-nya pun ternyata dipimpin oleh 3 orang anak perempuan yang lincah. Keceriaan dengan seketika menyelimuti saya. Seusai asyik ber-SKJ ria dan berpeluh keringat, warga setempat dengan ramahnya menawarkan kami untuk duduk di sebuah pendopo yang teduh memanjang, dan menyuguhkan kami berbagai makanan dan minuman yang tentunya tidak ternilai harganya itu (percayalah, susah sekali untuk merasakan makanan dan minuman dengan sensasi seperti ini). Sebelum kami benar-benar makan, saya dan para laki-laki lainnya pergi ke masjid terdekat untuk sholat Jum’at. Setelah sholat Jum’at barulah kami menyantap makanan dan minuman yang disuguhkan oleh warga sekitar.

Selamat makan!

Ada es kelapa segar, berbagai cemilan khas Jawa Tengah, dan tentunya makanan-makanan berat seperti sayur lodeh, tempe dan tahu bacem, masih banyak lagi dan susah dijelaskan satu-persatu. Yang pasti saya sangat menikmati hidangan yang disuguhkan saat itu..
Saya bertanya kepada salah satu anak FORANDAKA 17 yang turut serta membantu dalam persiapan yang dilakukan oleh anak-anak Garuluku. Saya menanyakan berapa lama waktu yang dihabiskan untuk menyiapkan semua ini, dan dia menjawab dengan wajah yang teduh,

“Kami menyiapkan ini sejak semalam, jadi kami semalaman hampir tidak tidur. Kami tidak bisa tidur karena menunggu teman-teman dari SFAN.“

Saya terharu sekali. Teman-teman saya ini, tulusnya bukan main.. inilah hal penting yang saya pelajari di dalam perjalanan ke Jogja.

Ketulusan kita dalam berperilaku, akan mendatangkan kebahagiaan bagi kita dan orang lain.

Usai makan-makan, kami bermain bersama seluruh anak-anak Garuluku. Dipimpin kak Audy,kami menyanyikan lagu “Idola“ (Indonesia Layak Anak) bersama-sama, lengkap dengan gaya-gaya yang membuat kami semakin antusias melakukannya.

Tibalah saatnya kami pulang. Sungguh, berat sekali rasanya ingin berpisah dari anak-anak FAKG, FORANDAKA 17 dan terutama anak-anak Garuluku yang semangatnya selalu mengiang-ngiang di salah satu sudut ingatan saya. Kami tidak mengatakan “berpisah“ saja, tetapi kami mengatakan “berpisah untuk sementara waktu“ karena kami yakin, kami pasti dan harus bisa bertemu dengan mereka lagi. Entah kapan, tetapi hari itu pasti tiba.
Kami berfoto bersama, saling berjabat tangan, berpelukan, bahkan bertukar nomor Handphone agar tali silaturahmi kami tidak putus.

Dengan berat hati, kami meninggalkan Garuluku, dan menuju ke Pantai Kupuk.


Inilah yang harusnya diperhatikan oleh orang banyak. Sebenarnya Indonesia punya banyak sekali tempat yang bisa dibilang “surga pelepas penat“. Tidak hanya Bali, Lombok atau Pulau Seribu saja tetapi masih banyak yang lain. Contohnya Pantai Kupuk ini. Saya sebelumnya tidak pernah menyangka bahwa ada tempat yang begitu indahnya seperti Pantai Kupuk ini. Sedikit mirip Tanah Lot, sih..

Bareng sama kak Adit, salah satu sesepuhnya SFAN lho.

Anyway, saya dan teman-teman SFAN lainnya hanya menghabiskan waktu selama sekitar 1 jam saja, karena kami harus segera bergegas kembali. Tetapi, bukan anak SFAN namanya kalau tidak foto-foto dulu.. ;) Karena itu kami berfoto-foto “sedikit“ baru kemudian kami berangkat.

Tujuan kami selanjutnya adalah rumah Jesslyn. Di rumah Jesslyn, saya kembali termangu kagum karena melihat sertifikat penghargaan Jesslyn yang bertebaran di penjuru dinding rumahnya. Di rumah Jesslyn kami juga ikut makan dan minum untuk kemudian kami melanjutkan perjalanan kami kembali.
Setelah berterima kasih atas makanan dan minuman yang disuguhkan oleh ibunda Jesslyn (yang enak sekali makanannya), kami melanjutkan perjalanan.

Cuaca sedang tidak bersahabat dengan kami, karena begitu kami meninggalkan rumah Jesslyn, hujan badai menerpa sepanjang perjalanan kami. Semburat oranye berganti remang-remang kegelapan. Langit senja semakin meredup, pertanda sudah malam. Seiring dengan pergantian langit, kami sampai di gedung sekretariat Forum Anak Daerah Istimewa Yogyakarta (FADIY).
Anak-anak SFAN yang lain terlihat sangat senang bisa bertemu dengan anak-anak FADIY, mereka saling bercengkrama, bersalaman, dan mengobrol seputar apa saja yang telah mereka lewatkan.
Disana kami mengadakan audiensi, dan berakhir pada acara jalan-jalan bersama ke daerah paling remarkable dan tersohor di Jogja yaitu Malioboro. Terlebih lagi, Malioboro terlihat sangat indah di malam hari (salah seorang teman saya bilang seperti itu).

Di Malioboro, kami berpencar-pencar. Hanya saja kami memiliki waktu cuma selama 2 jam. Saya sendiri berjalan-jalan bersama kak Adit dan Imam. Tadinya kami berniat mencari anak-anak SFAN dan FADIY yang lain, akan tetapi mereka susah untuk dicari jadi kami memutuskan untuk berkeliling bertiga saja.
Sebenarnya kata kuncinya adalah “Jangan lupa menawar“. Saya dan Imam membeli beberapa barang sebagai oleh-oleh, sedangkan kak Adit hanya menemani dan membantu kami menawar harga saja.
Setelah puas berbelanja, rombongan SFAN berkumpul kembali di bis.
Kami mengucapkan selamat tinggal kepada kota gudeg ini.

Keesokan harinya, kami sarapan di sebuah restoran yang agak sepi tetapi makanan dan pelayanannya sangatlah bagus. Di restoran ini ada kenangan tersendiri bagi anak SFAN, terutama kak Ratna, Heidy, Dhea dan Imam karena mereka diberi surprise ulang tahun oleh para karyawan restoran. Lucu sekali, mereka sampai-sampai foto bersama para karyawan/karyawati yang memainkan musik keroncong untuk mereka.
Setelah kenyang, kami pun kembali naik bis dan melanjutkan perjalanan kami.
Kebanyakan dari kami sudah lelah dan masih mengantuk, sehingga kami menutup mata, menutup malam perjalanan panjang untuk kami pulang kembali ke Jakarta.

Kami diantar kembali ke tempat awal kami berangkat, yaitu kantor KPP-PA. Semua seolah-olah kembali lagi ke awal, tetapi beda.
Awalnya, ada beberapa diantara kami yang belum saling kenal.
Belum tahu ini, belum tahu itu.
Sekarang kami sudah seperti 1 keluarga yang selalu kompak bila bersama.

Itulah kami, SFAN :)



Demikian laporan perjalalan ini saya tulis, apabila ada salah-salah kata mohon maaf sebesar-besarnya. Semoga bisa menginspirasi dan bermanfaat bagi banyak orang.


Cheese!

Comments

Popular posts from this blog

Anak Gayo Layak Tersenyum!

Biasanya kalo lagi kongkow-kongkow bareng temen dan lagi jenuh sama mata kuliah, gua suka ngobrolin tempat-tempat wisata yang asik buat travelling. Ada yang bilang pantai Sawarna lah, pulau Kiluan lah, Karimun Jawa lah, Lombok lah, dan tempat-tempat eksotis lainnya yang bikin gua makin bete sama liburan yang nggak kunjung dateng. Tapi kalau misalnya ditanya: "Perjalanan lu yang paling seru kemana, Gi?" Kayanya gua ngga bakalan jawab Bali, Amsterdam, Paris, Garut atau Berlin. Gua bakalan jawab.. "Desa Pantan Jerik, Aceh Tengah." Akhir bulan puasa taun 2013, tepatnya 30 Juli gua bersama Kak Devi, senior gua di SFAN (Sekretariat Forum Anak Nasional) berangkat. Kami ditugaskan untuk menyalurkan bantuan Forum Anak Nasional kepada anak-anak suku Gayo yang jadi korban gempa di daerah Aceh Tengah. Selain nyalurin bantuan kaya ransel, baju koko, alat sholat, buku, alat tulis dan seragam, kami juga bakalan bikin sebuah kegiatan traumahealing buat nyemang

Lebih Dari Seks: Mahasiswa Indonesia sebagai Garda Keadilan Terakhir

Saya lahir di tahun 1994. Saya terlalu muda untuk mengingat Indonesia di tahun 1998. Reformasi, sebagaimana buku sejarah kita menyebutnya, adalah saat rezim otoriter Soeharto dijatuhkan di tahun 1998 setelah berkuasa selama 32 tahun. Di samping beberapa faktor seperti krisis ekonomi, eskalasi konflik dan penggerak akar rumput seperti gerakan massal golongan buruh dan petani, aktivis HAM, serta Partai Rakyat Demokratik (PRD) di masanya, Reformasi dimungkinkan terjadi karena protes besar yang dipimpin gerakan mahasiswa. Demonstrasi mahasiswa menjadi sebuah gerakan nasional, saat berhasil menyebar ke berbagai kota di Indonesia dan menduduki gedung DPR. Tidak lama kemudian, presiden Soeharto menawarkan pengunduran dirinya di televisi dan Reformasi pun terjadi. Gerakan mahasiswa tetap hidup pasca Reformasi, namun tidak pernah sebesar yang terjadi di awal Reformasi. Sekarang di Indonesia, gerakan mahasiswa sepertinya telah menemukan kembali jalannya. Banyak mahasiswa mantan demonst

Indonesia Bukan Bangsa Asal-Asalan

Di Tanah Air yang penuh dengan berbagai macam ide, visi, misi dan semangat hebat, tentu kita mempunyai kebebasan untuk memilih sesuatu.  Akan tetapi kebebasan memilih itu pun harus berlandaskan pemikiran kritis dan tidak asal tunjuk. Asal terbeli omongan besar. Asal terhipnotis gestur sok heroik. Asal terpikat iklan promosi dan simbolisasi semu. Asal diperdaya oleh nasi bungkus dan sejumlah uang. Indonesia, kita ini bukan bangsa asal-asalan. Negeri kita pun bisa merdeka, bukan karena perjuangan yang asal-asalan. Negeri kita menempuh perjalanan panjang menuju demokrasi mumpuni saat ini, berkat sebagian masyarakat yang kritis. Berkat masyarakat yang aktif mencari, menelaah, mempertanyakan dan memperjuangkan kebenaran sebenar-benarnya. B aik yang namanya tercantum secara resmi sebagai pahlawan nasional, maupun pahlawan-pahlawan rakyat tak bertahta lainnya. Semua pencapaian-pencapaian hebat negeri kita berdasarkan pemikiran-pemikiran yang matang. Melalui dialog ter